Nasib Disabilitas di Pemilu 2024

Nasib Disabilitas di Pemilu 2024

Ilustrasi penyandang disabilitas. Foto: Pixabay

Sonya Andomo

Sari (bukan nama sebenarnya) baru saja melakukan operasi kaki di salah satu rumah sakit di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) pada Desember 2022 lalu. Operasi yang ia lakukan karena merasa nyeri ketika berjalan dan berdiri.

"Tulang saya gak proper. Jadi, jalannya agak pincang.  Harus dibenerin dengan operasi," katanya di seberang telepon sehabis pulang bekerja pada Jumat malam (4/7/2023).

Memiliki hambatan fisik, membuat Sari yang berdomisili di Kabupaten 50 Kota, Sumbar, kesulitan dalam bergerak. Terutama, ketika menaiki gedung dengan anak tangga yang banyak, seperti perkantoran , sekolah, dan fasilitas umum lainnya. Pada musim pemilu, fasilitas-fasilitas umum tersebut disulap menjadi tempat pemungutan suara (TPS). Siapapun yang sudah memenuhi syarat,  berhak memberikan suaranya di TPS.

Perempuan berusia 26 tahun itu sudah dua kali mengikuti pemilu, yaitu pada 2014 dan 2019. Tahun depan akan menjadi kali ketiga ia memilih calon kepala negara dan kepala daerah.

Keluhannya masih sama, yakni akses yang belum merata untuk masing-masing kebutuhan kelompok tertentu. Penyelenggara pemilu belum memahami kebutuhan pemilih,TPS yang belum aksesibel, hingga pendataan pemilih di lapangan yang belum inklusif.

"Iya, memang peraturannya sudah lebih baik, namun masih belum benar-benar diterapkan,” jelas Sari.

Pada pemilu 2019 misalnya, Sari yang berprofesi sebagai tenaga honorer di salah satu instansi pemerintah di Sumbar tak pernah ditanya soal kebutuhan di pemilu, bahkan sejak proses pendataan dilakukan.

"Boro-boro ditanyakan apa kebutuhannya. Akses ke TPS yang saya tuju saja susah untuk menuju ke sana," ungkapnya.

Ia tidak bisa menampik bahwa memang benar ada beberapa TPS yang sudah memiliki fasilitas untuk disabilitas fisik dan disabilitas netra, namun masih banyak TPS yang belum aksesibel. Terutama, di daerah-daerah yang letaknya jauh dari pusat pemerintahan.

Letak TPS yang berada jauh dari pusat pemerintahan menjadi masalah tersendiri. Bendahara di salah satu organisasi yang berfokus pada disabilitas di Sumatera Barat (Sumbar) itu menyebut banyak sekali menjumpai bentuk pelemahan partisipasi dan diskriminasi terhadap disabilitas. Semakin jauh letak TPS dari pusat pemerintahan, maka diskriminasi terhadap kelompok rentan dan disabilitas akan semakin kentara.

Menurut Sari, penyelenggara pemilu adhoc masih memandang pengertian disabilitas secara sempit, yakni sebatas disabilitas yang dapat dilihat secara fisik, seperti disabilitas daksa dan netra. Disabilitas rungu sering terabaikan.

"Nah, ada kasus, ada temen aku yang hambatan pendengaran, coblos di TPS di Kota Padang. Dia nunggu tapi gak dipanggil-panggil. Setelah menunggu lama, baru ada yang menghampirinya. Kan panitianya berarti tidak aware sama kebutuhan si pemilih ini," kata Sari gusar.

Selain itu, ia juga memantau tak ada surat suara huruf braille di TPS di daerah terpencil di Kabupaten 50 Kota.  Padahal, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyediakan template surat suara khusus untuk Pemilu Presiden dan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.

"Teman-teman di himpunan juga tidak ada yang bercerita memperoleh surat suara bercetakan huruf braille," katanya.

Begitu pula, tak ada sosialisasi kepemiluan yang pernah disampaikan kepada organisasi disabilitas, perihal fasilitas surat suara dengan template huruf braille. Sari menyebut hal serupa berpotensi terulang kembali jika sistemnya tak segera dibenahi.

"Meskipun katanya ramah dengan disabilitas, tapi jika tidak mencatat kebutuhan masing-masing pemilih, tentu hal itu akan terulang lagi dan lagi. Semoga nanti di Pemilu 2024 bakal lebih baik, meskipun katanya surat suara bercetakan huruf braille itu juga akan dikurangi karena permasalahan anggaran," katanya sedih.

Senada dengan Sari,  Sekretaris Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Padang Panjang Sumbar, Ilham, juga mengatakan hal serupa. Ia menilai pemilu di Indonesia belum ramah disabilitas.  Aksesibilitas ke setiap tahapan pemilu, khususnya tahap pendaftaran pemilih, sangat perlu dibenahi, agar hak pilih dan hak partisipasi disabilitas terjamin.

Ilham menyebut pemilu ramah disabilitas sudah diterapkan di Kota Padang Panjang sejak Pemilu 2019. Namun, masih ada kekurangan, seperti KPU yang belum optimal dalam pendataan disabilitas sesuai dengan jenisnya. Hal ini, menurutnya terjadi akibat implementasi kebijakan dan program yang belum terealisasikan dengan baik, terutama di Sumbar.

"Selain itu, tingkat kesadaran dan dukungan dari pihak terkait juga masih minim," jelasnya pada Sabtu (5/8).

Ilham berharap disabilitas dapat diikutsertakan dalam penyelanggaran proses pemilu, agar hak disabilitas di pemilu dapat lebih terfasilitasi. Penyelenggara pemilu harus memastikan aksesibilitas di setiap TPS, dan tersedianya surat suara braille untuk TPS yang terdapat pemilih dengan disabilitas netra.

Sementara itu, salah satu mantan Ketua Panitia Pemilih Kecamatan di Lintau Buo Utara, Tanah Datar, Aprizal membenarkan bahwa ada surat suara braille. Namun, tidak digunakan karena minimnya pengetahuan pendamping terkait template braille tersebut.

“Memang ada surat suara jenis itu, tapi karena tidak ada pendamping yang paham, jadi tidak kita gunakan,” jelasnya.

Selain penggunaan surat suara braille, laki-laki berusia 52 tahun itu mengatakan masing-masing TPS di kecamatan juga diminta menjalani pemilu yang ramah disabilitas.

“Selama ini, untuk pemilih yang memiliki hambatan penglihatan, kita minta untuk memilih dengan pendamping, dan pemilih dengan hambatan fisik kita antarkan kotak suara itu ke rumah pemilih tersebut. Sedangkan pemilih yang memiliki hambatan pendengaran, akan diarahkan di TPS tempatnya memilih.” terang Aprizal.

Aprizal membenarkan adanya TPS yang bertangga atau berpasir. Namun, hal tersebut dilakukan dalam situasi darurat, seperti tak ada lokasi lain yang dapat digunakan sebagai TPS.

“Memang disarankan yang datar dan mudah dijangkau, tapi di beberapa tempat kadang hal tersebut masih sulit ditemukan,” jelasnya.

Tanggapan KPU, Badan Pengawas Pemilhan Umum (Bawaslu), dan pakar

Data dari KPU Sumbar menyebutkan sebanyak 4.088.606 orang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di 19 kabupaten/kota pada Pemilu 2024 mendatang. Dari data tersebut, 31.864 pemilih merupakan pemilih disabilitas.

Kategori pemilih disabilitas dibagi ke dalam enam kategori, yakni disabilitas fisik, disabilitas intelektual, disabilitas mental, disabilitas sensorik wicara, disabilitas sensorik netra, dan sensorik rungu. Rincian jumlahnya yakni, 13.327 pemilih disabilitas fisik, 8.312 pemilih disabilitas mental, 3.531 pemilih disabilitas sensorik wicara, 2.554 pemilih sensorik netra, 2.634 pemilih disabilitas intelektual, dan 1.506 pemilih disabilitas sensorik rungu.

Di Sumbar, jumlah pemilih disabilitas terbanyak ada di Kabupaten Agam, yaitu 3.573 pemilih. Selanjutnya yakni sebagai berikut.

Kabupaten Padang Pariaman 3.341 pemilih.

Kabupaten Pesisir Selatan 3.116 pemilih.

Kabupaten Limapuluh Kota 2.981 pemilih.

Kota Padang 2.757 pemilih.

Kabupaten Tanah Datar 2.752 pemilih.

Kota Bukittinggi 605 pemilih.

Kota Padang Panjang 511 pemilih.

Kota Solok 470 pemilih.

Ketua KPU Sumbar, Surya Efitrimen mengatakan DPT telah dimutakhirkan pada 21 Juni 2023 di masing-masing kabupaten/kota. “Oleh karena itu, kami sudah memastikan lokasi TPS yang aksesibel atau tidak boleh bertangga atau berbatu, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” katanya Senin (7/8).

Pihaknya mengatakan pemilu ramah disabilitas telah dilakukan sejak 2019. Bahkan, Pilkada Provinsi Sumbar 2015 dan 2020 juga telah menggunakan surat suara braille di semua TPS.

“Memang untuk tahun 2024 belum ada kepastian akan menggunakan braille atau tidak, tapi yang jelas sebelumnya sudah ada,” katanya.

Surya juga mengatakan pihaknya telah memberikan sosialisasi pemilu kepada masyarakat, termasuk isu hak pilih disabilitas di dalamnya. Sosialisasi fasilitas hak pilih disabilitas pun telah disampaikan dalam rapat kerja bersama Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPTDI) di Kota Padang.

“Kami langsung mempresentasikan tentang sosialisasi untuk para pemilih disabilitas waktu itu.  Nanti juga setelah KPPS dibentuk, akan ada simulasi pemilu dengan mengundang teman-teman disabilitas agar pada hari pemilu, seluruh panitia pemilu dapat menjalaninya dengan baik,” imbuhnya.

Di tempat berbeda, Kepala Bawaslu Sumbar, Alni mengatakan Bawaslu Sumbar sudah melakukan persiapan dalam bentuk pengawasan jalannya Pemilu 2024. Terkait pemilih disabilitas, sebanyak lima persen dari DPT merupakan pemilih disabilitas yang tersebar di masing-masing kabupaten/kota.

Namun, meskipun hanya lima persen, Alni mengatakan potensi pelanggaran yang dilakukan kepada pemilih disabilitas tetap tinggi. “Potensi pelanggaran itu sebenarnya bisa saja terjadi, dan kemungkinan di setiap tahapan itu terjadi,” kata Alni.

Adapun contoh pelanggaran yang dimaksud Alni yakni, pemalsuan hasil surat suara karena pemilih disabilitas kesulitan menjangkau lokasi TPS.

“Misalnya, salah satu pemilih disabilitas tidak bisa hadir ke TPS. Misalkan yang bersangkutan tidak bisa berjalan. Lalu dipalsukan kehadirannya oleh orang lain. Jadi pemilih yang datang ini mewakili yang berkebutuhan khusus, atau memang nanti pemilih berkebutuhan khusus diberi pengaruh oleh orang lain untuk dapat memilih orang orang tertentu, dan dengan diberi uang, atau apapun,” tambahnya pada Senin (7/8).

Oleh karena itu, Alni menyebut akan ada sanksi baik secara hukum, administrasi, dan kode etik. Pencegahan juga dilakukan, yakni berupa sosialisasi kepada warga. Bawaslu juga membentuk Kampung Pemilu di setiap kabupaten/kota dan Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif (SKPP). Sejak 2023, SKPP sudah dua kali dilakukan di Kota Padang.

“Jadi kita mengundang perwakilan beberapa organisasi dan komunitas untuk tiga hari sekolah tersebut,” kata Elni.

Dosen Ilmu Politik Universitas Andalas, Aidinil Zetra mengimbau agar penyelenggara pemilu dapat melibatkan semua kelompok dalam proses pemilu, guna menjamin hak politik setiap orang. Dalam isu disabilitas, KPU dan Bawaslu wajib memberikan pemahaman kepada petugas hingga level TPS terkait pentingnya memfasilitasi pemilih disabilitas.

“Banyak yang mengabaikannya. Jadi, petugas TPS itu perlu mendapat pelatihan yang baik untuk mengembangkan pemahaman tentang disabilitas, karena disabilitas itu juga beragam,” pungkasnya.

Komunikasi dan empati yang tinggi terhadap pemilih disabilitas juga dinilai harus dimiliki oleh petugas pemilu. Petugas juga mesti menyiapkan layanan aduan bagi pemiloh disabilitas yang mengalami kesulitan dalam mengakses hak pilih.

“Jadi selama ini yang kita lihat itu, tempat menyampaikan keluhan bagi disabilitas itu tidak ada. Jadi mereka bingung mau kemana,” jelasnya.

Aidinil menyebut banyak studi yang menunjukkan bahwa ketidaktahuan panitia pelaksana pemilu mengenai disabilitas dan fasilitasinya di pemilu, menyebabkan pelayanan hak pilih menjadi tidak maksimal. Sosialisasi regulasi pelayanan hak pilih harus diberikan secara memadai kepada seluruh petugas di lapangan.

Ia juga menilai bahwa tak tersedianya surat suara braille untuk Pemilu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 2024 merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintah kepada pemilih disabilitas.

“Kita menggunakan sistem proporsional terbuka yang siapapun itu berhak dipilih oleh siapapun. Jika mereka tidak diberi tahu dan tidak diberi akses, bagaimana caranya memenuhi hak pilih itu dengan baik,” tegasnya.

Aidinil meminta agar pemerintah menjamin hak semua warga dalam pemilu. Pemilu inklusif akan mendorong partisipasi pemilih disabilitas, dengan terbukanya akses untuk berpartisipasi.

Baca Juga

UNP Wujudkan Kampus Inklusif dan Ramah Difabel dalam PKKMB 2024
UNP Wujudkan Kampus Inklusif dan Ramah Difabel dalam PKKMB 2024
[Republikasi] Cek Fakta: Hoaks, Surat Suara Tercoblos di Sampang Sebelum Pemilu 2024
[Republikasi] Cek Fakta: Hoaks, Surat Suara Tercoblos di Sampang Sebelum Pemilu 2024
Sebanyak 11 kepala daerah mengajukan judicial review terhadap ketentuan Pasal 201 Ayat (7), (8) dan (9) Undang-Undang Pilkada Mahkamah
Ketua MK: Jumlah Permohonan PHPU 2024 Meningkat
Pancasila Sumbar Pilkada
PPP, Pemilu 2024 dan Politik Islam
MK memerintahkan kepada KPU untuk melakukan PSU pemilihan umum calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Tahun 2024 Provinsi Sumatra Barat.
Hasil Pileg DPD RI Sumbar, 2 Petahana Kembali ke Senayan
Pasangan calon presiden dan wakil presiden yaitu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar memperoleh suara terbanyak di Sumatra Barat Pemilu 2024.
Hasil Pleno KPU, Anies-Muhaimin Unggul di Sumbar