Langgam.id - Stasiun Geofisika Kelas I Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Padang Panjang mencatat 1.045 frekuensi kejadian gempa bumi di Sumatra Barat sepanjang tahun 2022. Gempa-gempa tersebut terjadi di tiga zona gempa.
Kepala BMKG Padang Panjang, Suaidi Ahadi saat dihubungi Langgam.id mengatakan, pada 2021, BMKG hanya mencatat 617 frekuensi kejadian gempa. Dengan demikian, jumlah gempa pada 2022 bertambah 428 gempa (70 persen) dibanding tahun sebelumnya.
Ia mengatakan, gempa pada 2022, tersebar di berbagai titik episentrum di Sumbar yang terhimpun dalam 3 zona. Zona tersebut yaitu, Zona Subduksi, Megathrust Mentawai dan Sumatran Fault System. Zona Subduksi berada di laut lepas sebelah barat Kepulauan Mentawai, sementara Zona Megathrust Mentawai berada di Kepulauan Mentawai. Sedangkan Zona Sumatran Fault System terdapat di Bukit Barisan, Pulau Sumatra.
"Untuk tahun ini, gempa di Sumbar itu banyak terkonsentrasi di Sumatran Fault System dan Zona Megathrust Mentawai," tutur Suaidi, Selasa (03/01/2023).
Frekuensi kejadian gempa terbanyak terjadi pada bulan Februari 2022. Dengan 223 guncangan. Disusul setelah itu pada Maret dengan 159 kali guncangan. Sedangkan frekuensi kejadian gempa paling sedikit terjadi pada bulan Januari yang hanya mencatatkan 37 kejadian. Lalu setelah itu pada Oktober 2022 dengan 45 kejadian.
Suaidi menjelaskan, banyaknya gempa yang terjadi pada Februari dan Maret tersebut terkonsentrasi di gempa Pasaman dan Siberut. " Di gempa Pasaman kita menemukan sesar baru yang namanya Kajai Talamau, perbatasan antata segmen sianok dan segmen angkola. Itu gempa yang dirasakan pada Zona Sumatran Fault System, bagian dari bukit barisan," ujarnya.
Di Siberut pada bulan Maret 2022, BMKG mencatatkan gempa tekuat pada tahun itu. Dengan magnitude 6,9 SR. Gempa Pasaman pada bulan sebelumnya turut mencatatkan guncangan kuat dengan magnitude 6,1 SR. Gempabumi terlemah di 2022 tercatat berkekuatan 1,3 SR.
Banyaknya kejadian gempabumi ini kata Suaidi tidak bisa kelompokkan ke dalam tren waktu. "Gempa itu bukan seperti iklim dan cuaca. Kalau cuaca ataumusim itu terkait dengan periodisasi waktu. Kalau gempa tidak punya periodisasi waktunya. Jadi secara posisi hanya melihat keaktifan saja, tapi tidak bisa melihat tren," ucapnya.
BMKG sendiri mengklasifikasikan gempa hanya pada magnitude dan kedalaman. Kedalaman terdiri dari: dangkal dibawah 100 KM dengan 968 kejadian sepanjang 2022, Sedang 100-300 KM dengan 70 kejadian, dan dalam 300 KM ke atas dengan 7 kejadian. Sedangkan magnitude terdiri dari gempa kecil dibawah 5 SR, kuat diatas 6 SR, dan sangat kuat di atas 7 SR.
Karena Sumatra Barat memiliki dengan potensi kegempaan tinggi dan ancaman gempa yang sangat kuat, ia menghimbau agar masyarakat bisa selalu waspada. "Maka masyarakat harus waspada dan siaga. Kenali pola gempanya," katanya.
Terutama untuk daerah pesisir Sumatra Barat terkait ancaman Megathrust Mentawai dan Sumatran Fault System. Zona Megathrust Mentawai merupakan, zona yang disebut BMKG dan para ahli memiliki potensi gempa hingga 8,9 Skala Richter (SR) dengan ancaman tsunami.
ika pola gempa tersebut terasa vertikal, atau terasa menyembul ke atas maka dipastikan sumber gempanya sangat dekat dengan kita, kurang dari 100 KM sambung Suaidi. Tapi kalau misalnya dirasakan gelombangnya itu mengayun, maka sumber gempa itu sudah jauh.
"Nah masalahnya adalah di pesisir pantai, ketika di pesisir, jika merasakan gempa yang sangat kuat, dan itu gempanya mengayun sekitar 100 detik, dan kadangkala membuat kita tidak bisa berdiri, maka segeralah melakukan evakuasi mandiri karena gempa tersebut dipastikan berpotensi tsunami," tuturnya.
Kemudian kalau misalnya gempanya itu vertikal dan sangat kuat, dipastikan gempanya itu merusak tapi tidak berpotensi tsunami karena jaraknya sangat dekat di wilayah pesisir. (Dharma Harisa/SS)
---
Ikuti berita terbaru dan terkini dari Langgam.id. Anda bisa bergabung di Grup Telegram Langgam.id News Update di tautan https://t.me/langgamid atau mengikuti Langgam.id di Google News pada tautan ini.