Sisa-Sisa Penjara Lama, Jejak Kolonial di Bukittinggi

Sisa-Sisa Penjara Lama, Jejak Kolonial di Bukittinggi

Bangunan penjara lama Bukittinggi. (Foto: Syahrul R)

Melewati Jalan Perintis Kemerdekaan di Kota Bukittinggi, Sumatra Barat, tepat di sebelah kanan jika hendak menuju Pasar Bawah, sebuah bangunan berbahan beton berdiri kokoh, sebagian dindingnya mulai berlumut, beberapa atap seng karatan terlihat berlubang.

Bangunan yang berada tidak jauh dari Bioskop Eri itu, merupakan sisa-sisa dari penjara yang dahulunya dikenal dengan nama Gevangenis van Fort de Kock.

Penjara tersebut dibangun pada pertengahan abad XIX dan menjadi tempat ditawannya beberapa tokoh penting Sumatra Barat oleh pemerintah Belanda.

Pada bagian depan bangunan terdapat ruangan yang pernah dipergunakan sebagai kantor, sementara beberapa ruangan lain di bagian belakang dipergunakan sebagai ruang tahanan.

Tidak diketahui pasti kapan penjara tersebut pertama kali dibangun, sejarawan IAIN Bukittinggi, Deddy Arsya menyebutkan, pada salah satu catatan Mr. C. J. van Asska yang berjudul Verslag over het Gevangeniswezen diketahui bangunan itu sudah ada sejak tahun 1840.

Berdasarkan catatan tersebut, kondisi bangunan masih sangat memprihatinkan, atap dan dindingnya hanya ditutupi alang-alang.

Pada 1850, Deddy menjelaskan, Fort de Kock (sebutan untuk Bukittinggi pada masa kolonial) sudah mengajukan proposal anggaran pada Gubernur Jendral di Batavia untuk pembangunan penjara baru, akan tetapi tidak mendapatkan tanggapan.

Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1857, proposal kedua kembali diajukan dan baru mendapatkan respon pada 1860 untuk pembangunan.

Dalam pembangunannya, penjara ini dikerjakan oleh pekerja paksa yang merupakan tahanan hukuman berat di Penjara Padang.

Tidak sedikit tokoh-tokoh Minangkabau pernah ditawan pada bangunan yang pernah digunakan sebagai lokasi shooting film Sengsara Membawa Nikmat itu.

Sebut saja Haji Rasul yang merupakan ulama kaum muda yang merupakan ayah dari Buya Hamka serta Sutan Chaniago yang merupakan anak kandung dari Tuanku Imam Bonjol, pernah ditawan di sini.

Beberapa tokoh pergerakan lain, seperti Rasuna Said, Rasimah Ismail hingga Upiak Hitam yang merupakan aktivis perempuan komunis juga pernah ditahan pada salah satu ruang tahanan.

Tidak hanya itu, sastrawan Maisir Thaib juga dipenjarakan akibat mengarang roman yang membuat gusar pemerintah kolonial. Selanjutnya, Muchtar Luthfi, seorang tokoh muda Islam yang juga salah seorang pemimpin Permi juga pernah melewati malam pada salah satu ruangan penjara sebelum akhirnya dibuang ke Digul.

"Mereka semua dipenjarakan karena perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Belanda," katanya.(SR)

Baca Juga

Menengok Geomorfologi Ngarai Sianok
Menengok Geomorfologi Ngarai Sianok
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Bukittinggi sudah mengumumkan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024 untuk SD dan SMP negeri.
PPDB SD dan SMP Negeri di Bukittinggi Dibuka Juni, Berikut Jadwal dan Syaratnya
Wali Kota Bukittinggi, Erman Safar mengeluarkan Surat Edaran Nomor 400/1140 /Kesra/XII-2023 tentang Pergantian Tahun Baru Masehi di
Gempa 4 Kali Guncang Bukittinggi hingga Siang Ini
Dapur Umum Dinsos Agam Suplai 3.000 Nasi Bungkus per Hari untuk Penyintas Bencana dan Relawan
Dapur Umum Dinsos Agam Suplai 3.000 Nasi Bungkus per Hari untuk Penyintas Bencana dan Relawan
Selama libur Lebaran 2024, tingkat hunian hotel dan penginapan di Kota Bukittinggi, Sumatra Barat (Sumbar), mengalami kenaikan 100 persen
Lebaran 2024, Tingkat Hunian Hotel di Bukittinggi Naik 100 Persen Dibanding 2023
Sempat Terhambat Akibat Air Meluap di Kelok Hantu, Jalan Raya Padang Panjang - Bukittinggi Buka Tutup
Sempat Terhambat Akibat Air Meluap di Kelok Hantu, Jalan Raya Padang Panjang - Bukittinggi Buka Tutup