Langgam.id - Mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Irman Gusman bersilaturahmi dengan tokoh masyarakat Sumatra Barat (Sumbar) di Aula Kampus STMIK Indonesia, Padang, Kamis (24/10/2019).
Irman hadir pasca dikabulkannya Peninjauan Keputusan (PK) oleh Mahkamah Agung terhadap kasus hukum yang telah mengantarkannya ke Lapas Suka Miskin selama tiga tahun hingga akhirnya bebas.
Menurut Irman, masyarakat Sumbar yang mengenalnya dekat tentu mengetahui cerita panjang yang akhirnya berujung penjara. Mulai dari berkiprah sebagai utusan daerah di MPR mewakili Sumbar, hingga menjadi Ketua DPD RI dua periode 2009-2016.
“Periode kedua itu tidak sempat saya jalani sampai akhir, karena suatu peristiwa penzoliman atas nama hukum minus nilai kebenaran dan keadilan yang dampaknya saya jalani dari 17 September 2016 hingga 26 September 2019,” katanya.
Saat ini, Irman mengaku menjadi orang merdeka yang akan terus memperjuangkan tegaknya kebenaran dan keadilan bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
Menurutnya, hidup tidak selamanya adil. Kadang dibawa ke dalam situasi-situasi yang tidak menggembirakan, bahkan menyusahkan dan menyakitkan. Namun semua itu memiliki maksud dari Allah SWT, ada tujuan mulia yang baru bisa dimengerti setelah menjalani hidup.
Rangkuman dari peristiwa yang dijalani Irman tertuang dalam buku “Menyibak Kebenaran: Eksaminasi Terhadap Putusan Perkara Irman Gusman”.
Buku tersebut diterbitkan dalam dua jilid. Jilid pertama telah diluncurkan di Unand pada 12 Desember 2018 lalu. Sementara jilid kedua dibawanya pada silaturahmi perdana dengan tokoh masyarakat Sumbar.
Irman mengatakan, dalam dua jilid buku ini, jelas tergambar betapa menyedihkannya cara penegakan hukum di negeri ini. Penuh dengan kesalahan, ketidakjujuran, tendensi negatif, dan penggiringan opini yang menyesatkan publik.
Menurutnya, buku tersebut sarat dengan opini dari puluhan profesor dan doktor ahli hukum yang melakukan eksaminasi terhadap kasus yang menjeratnya.
“Mereka menyimpulkan cara penanganan kasus ini tidak benar, jauh dari rasa keadilan, bahkan melanggar asa dan aturan-aturan hukum. Inilah sebabnya, maka Mahkamah Agung mengabulkan upaya PK yang saya ajukan,” terangnya.
Putusan Mahkamah Agung itu, sambungnya, membatalkan putusan Pengadilan Negeri yang berarti menggugurkan seluruh tuntutan dan dakwaan jaksa KPK terhadap dirinya.
“Dalam putusan itu juga, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK saya sehingga mengeluarkan putusan akhir yang menyebabkan saya bebas dari Lapas Suka Miskin di Bandung pada 26 September 2019 lalu,” ungkapnya.
Penegakan hukum di Indonesia masih sarat dengan masalah, baik dari sisi produk hukum, SDM penegak hukum, tatacara penegakan hukum, interpretasi hukum yang banyak menyimpang, termasuk perselingkuhan antara hukum dan politik sehingga banyak memakan korban.
“Ini tantangan kita bersama yang hidup di negara demokrasi. Dimana tuntutan masyarakat akan kebenaran dan keadilan semakin tinggi. Perlu kita benahi agar hukum ditaati karena diterapkan secara benar dan adil, dan tidak untuk tujuan lain,” tuturnya. (Rahmadi/RC)