Kabupaten Padang Pariaman menurut Sensus Online 29 Mei 2020, berpenduduk 415.613 jiwa. Pada 11 Januari ini berusia 189 tahun. Berapa penduduk Afdeling Pariaman ini pada tahun 1833, belum dapat dikemukakan. Yang menarik mengapa tanggal itu ditetapkan sebagai ulang tahun Kabupaten Padang Pariaman pada 12 November 2014 melalui Perda No 6 Tahun 2014.
Padahal ada rasional lain. Saat seminar mencari tanggal yang akan dijadikan patokan hari jadi ada dua pilihan lain, yakni 9 November 1949 dan 19 Maret 1956. Tanggal 9 November 1949 adalah saat Gubernur Militer Sumatra Tengah menetapkan wilayah Padang Pariaman.
Sementara, 19 Maret 1956 merujuk tanggal Presiden Sukarno mengesahkan UU Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Sumatera Tengah, salah satunya Padang Pariaman. https://langgam.id/hari-jadi-padang-pariaman-dan-sejarah-seputar-11-januari-1833/
Sejarawan Universitas Andalas (Unand) Gusti Asnan mengatakan, tanggal tersebut merujuk pada peristiwa administratif saja. Ketika, pada 11 Januari 1833 Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Besluit tentang pembentukan Afdeling Pariaman.
Afdeling merupakan wilayah administratif setingkat kabupaten, pada masa itu. Afdeling dipimpin seorang asisten residen dan bagian dari sebuah keresidenan. Sementara, afdeling dapat lagi terbagi ke beberapa onderafdeeling yang dipimpin controleur.
Terlepas dari alasan mengapa harus ditarik menjadi 1833, tidak terlalu penting dibahas lagi. Lebih baik diterima apa adanya. Jangan lupa, luas kabupaten ini jauh lebih berkurang dari pada tahun 1949 atau1956. Kota Padang, Kota Pariaman dan Mentawai sudah jauh hari mengambil beberapa wilayah Padang Pariaman.
Akan tetapi di balik itu semua, makna strategis, ekonomi, budaya dan sosial masyarakat Padang Pariaman tetap sangat penting.
Secara gografis, nanti bila jalan Tol Padang-Pekanbaru selesai, akan membelah melintasi Padang Pariaman. Padang Pariaman akan lebih dekat dengan Kabupaten Solok, Kota Padang Panjang, Tanah Datar dan seterusnya. Keadaan itu rasanya, insya Allah tidak akan lebih dari satu atau dua dekade ke depan akan menjadi kenyataan.
Di sebelah atas Kandang Ampek, di sekitar bebukitan Lembah Anai sebelum batas dengan Tanah Datar, sedang digarap oleh perusahan swasta mengembangkan pusat wisata yang lebih lengkap. Dulunya sudah ada lapangan golf dan sebuah resort.
Kayu Tanam yang potensial dengan Pendidikan INS dengan lahan 18 hektare sedang bergerak. Mungkin Lubuk Bonta akan ada yang menggarap dan mengembangkan bersamaan dengan Tarok City yang sudah digarap sebelum ini dengan Wakil Bupati sebelum nya masa itu, sekarang sudah menjadi Bupati Padang Pariaman.
Secara budaya tentu saja Padang Pariaman, Kota Pariaman, Kota Padang, dan sepanjang pantai Kepulauan Mentawai masih satu ikatan. Budaya kuliner Padang Pariaman yang sudah dimaklumi, seni dan permainan anak nagari. Tari Ulu Ambek yang filosofis dipelihara terus. Pada 17 Oktober lalu tampil dalam kegiatan bulanan oleh Pusat Kebudayaan Minangkabau di Ladang Tari Nan Jombang.
Wilayah budaya ini menjadi Padang Pariaman Raya. Lebih dari itu, kesan yang mendalam selama ini, orang Minang lebih banyak yang di rantau, maka orang Padang Pariaman, Sidi, Sutan, Bagindo dan Bundo, jumlahnya jauh lebih berlipat ganda berdomisli di luar Pariaman.
Masih banyak lagi kekayaan budaya Padang Pariaman yang harus dipelihara dan diapresiasi dari generasi ke generasi. Selain master piece Tabuik Piaman yang terkenal itu.
Istilah Pariaman laweh, Pariaman Raya atau Pariaman Sedunia, tetap masih relevan. Komunitas Pariaman di berbagai wilayah di Indonesia masih kental rasa kepariamanannya. Bahkan di beberapa kota di luar Sumbar masih ada surau-surau Pariaman. Apalagi kalau ditarik sumando dan keturunan Pariaman lainnya akanlah sangat membahagiakan bagi “Rang Piaman Laweh”.
Selain itu, di Kabupaten Padang Pariaman organisasi marayarakat Islam cukup kuat. Tarikat Syatariah cukup mengakar ke beberapa nagari. Begitu pula Muhammadiyah, Perti-Tarbiyah Islamiah serta Nahdhatul Ulama cukup mempunyai basis di Padang Pariaman.
Hebatnya mereka dalam menjalankan ibadah dan kehidupan sosial amatlah hamonis dan selalu berdampingan. Tidak ada kegaduhan. Masjid dan musalla, pesantren, madrasah dan Rumah Sakit Aisyiah di Pariaman, dengan pasien lebih banyak datang dari Padang Pariaman. Panti Asuhan Aisyiah dan Muhammadiyah ada di Padang Pariaman. Jangan lupa di samping pesantren modern tetap hidup pendidikan Pondok yang diasuh Tuanku-tuanku Padang Pariaman yang jumlah sangat signifikan.
Syekh Burhanuddin (1646-1704) sebagai soko guru penyebar Islam dan Mursyid Utama Taekat Syatariah dari Sintuk, Toboh Gadang yang kini berpusat di Ulakan merupakan ikon sejarah Islam di Minangkabau yang mendunia.
Semua potensi ekonomi, sosial, budaya, masyarakat dan sejarah tadi, sebagian sudah menjadi kekuatan Padang Pariaman. Sebagian lagi masih berwujud potensi yan terus menerus harus digenjot dan dieksplorasi. Pada saatnya menjadi prasarana dan sarana untuk meningkat kesejahteraan lahir dan batin. Bukan saja bagi warga Padang Pariaman yang ada di nagari, tetapi termasuk bagi yang berada di luar. *
(Shofwan Karim, Ketua PW Muhammadiyah Sumbar, Dosen Program Pascasarjana UM Sumbar dan Ketua Umum Yayasan Pusat Kebudayaan Minangkabau).