Setelah terhenti tahun 2020 akibat pandemi, akhir tahun 2021, Ombudsman RI kembali merilis hasil Penilaian Kepatuhan Pemerintah Daerah terhadap Pemenuhan Standar Pelayanan Publik, sesuai dengan UU Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Pengumuman hasil penilaian disampaikan oleh Ketua Ombudsman RI, Muhammad Najih, dan dihadiri Presiden Jokowi secara virtual, tanggal 29 Desember 2021 di Jakarta.
Hasil penilaian disebut juga dengan rapor pelayanan publik, karena memang hasil penilaian dizonasi (labeling), hijau, kuning dan merah. Rapor merah, pretensinya tentu jelek atau tinggal kelas, rapor kuning sedang, dan rapor hijau naik kelas.
Ada yang berbeda tahun ini, semua provinsi dan kabupaten/kota se Indonesia dinilai. Demikian juga, semua daerah di Sumbar kembali dinilai, termasuk provinsi. Daerah yang dulunya telah mendapatkan rapor hijau kembali dinilai, semua kembali ke titik nol. Selain itu, tahun ini, ketersedian layanan elektronik juga dinilai, penilaian elektronik ini bertujuan untuk mengukur capaian transformasi digital layanan publik oleh pemerintah daerah.
Rapor tahun ini tidak menggembirakan, dari 19 kabupeten/kota dinilai, termasuk provinsi, hanya Kota Payakumbuh dan Kabupaten Dharmasraya saja yang meraih rapor hijau atau kepatuhan tinggi. Provinsi sendiri gagal mempertahan rapor hijau yang sempat diraih tahun 2016. Selamat untuk capaian Bupati Sutan Riska dan Riza Pahlevi, raihan ini sangat relevan, prestasi dua kepala daerah itu memang terang benderang, diakui di regional dan nasional.
Standar Pelayanan
Standar pelayanan adalah instrumen yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur.
Standar layanan dimaksud berupa, jenis layanan, syarat, tarif, prosedur dan waktu/lama pelayanan dilakukan. Komponen standar ini sangat penting, karena pintu masuk korupsi atau pungli. Bagi yang tidak mengumumkan tarif, berpotensi pelaksana meminta uang lebih/tidak sesuai dengan ketentuan yang ada.
Demikian juga dengan syarat layanan, prosedur dan waktu yang tidak tersaji, pelaksana akan cenderung mempersulit atau dimintai uang dengan janji mempercepat/memudahkan suatu layanan. Ketiadaan standar layanan ini sejatinya adalah bentuk laten dari korupsi/pungli itu sendiri.
Selanjutnya, pemenuhan sarana layanan, minimal berupa loket front office, ruang tunggu dan toilet. Bukan zamannya lagi kantor pemerintah tidak ada front office, dan masyarakat malah langsung berurusan dengan Kasi, Kabid atau Kepala Dinas. Tidak tersedia ruang tunggu, masyarakat berdiri berurusan, apalagi kalau masyarakat kebelet buang air, mesti ke toilet Mushalla, ke sungai terdekat, atau malah harus menahan buang airnya yang bisa menyebabkan sakit kencing batu. Sudah saatnya pemerintah daerah memanjakan masyarakat dengan dengan standar layanan hotel berbintang.
Selain itu, mesti ada sarana pelayanan untuk masyarakat berkebutuhan khusus/penyandang disabilitas, tidak boleh ada diskriminasi. Karena itulah pemerintah diminta menyediakan sarana berupa loket khusus, kursi khusus, rambatan untuk lansia, ruang ibu menyusui. Gedung pemerintah yang megah dan bertingkat, mesti ramah pada penyandang disabilitas, dapat dilewati oleh lansia, bisa dilewati dengan kursi roda.
Dalam hal pengelolaan aduan, ada kewajiban unit pelayanan mengelola aduan masyarakat terlebih dahulu di tempat. Tiga komponen yang harus ada, sarana aduan berupa telepon, sms, dan media sosial, tidak hanya mengandalkan kotak aduan, yang selama ini tidak digunakan masyarakat, lamban dalam mendeteksi keluhan masyarakat, padahal tujuan asalnya adalah mencegah secara dini penyimpangan pelayanan publik.
Kriteria yang bersifat elektronik dan non elektronik dibobot dengan nilai tertentu, standar layanan elektronik dibobot lebih besar dari non elektronik. Akumulasi menghasilkan rapor dengan tingkat kepatuhan tinggi/zona hijau dengan nilai 80-100, kepatuhan sedang/zona hijau dengan nilai 50-80 dan kepatuhan rendah/zona merah dengan nilai 0-50.
Hasilnya akhir, khusus untuk Sumbar, Kota Payakumbuh meraih rapor hijau dengan nilai 86,34 dan Kabupaten Dharmasraya dengan nilai 81,76. Pemerintah provinsi sendiri hanya meraih rapor kuning, dengan nilai 68.52. Hasil ini menjadi early warning bagi pasangan Mahyeldi-Audy yang dalam misinya ingin mewujudkan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik yang bersih, akuntabel serta berkualitas. Melihat hasil rapor, tentu masih jauh panggang dari api.
Kabupaten/kota dengan raihan rapor kuning adalah Kota Padang, Padang Panjang, Pariaman, Bukittinggi, Sawahlunto, Kota Solok, Kabupaten Padang Pariaman, Pasaman Barat, Pasaman, Pesisir Selatan, Sijunjung, Tanah Datar, Kabupaten Solok, Solok Selatan dan Kabupaten Agam. Sementara itu, Kabupaten 50 Kota dan Kepulauan Mentawai hanya mampu meraih rapor merah, kepatuhan pelayanan publiknya sangat rendah.
Komitmen Kepala Daerah
Seperti nasihat Presiden Jokowi dalam penyampaian anugrah kepatuhan tahun 2021. Kata Presiden, pelayanan publik yang prima tidak terjadi begitu saja, pelayanan publik yang baik butuh komitmen yang tinggi, membutuhkan ikhtiar yang kuat, disiplin yang panjang, transformasi tatakelola, perubahan pola pikir dan perubahan budaya kerja. Pelayanan publik adalah bukti kehadiran negara, baik buruknya persepsi masyarakat terhadap pemerintah dapat dirasakan dari pelayanan publik. “Pelayanan publik yang buruk akan menurunkan kredibilitas penyelenggara negara di mata rakyat” tegas Presiden.
Kuncinya memang ada pada komitmen dan political will kepala daerah. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menyebut kepala daerah adalah pejabat pembina pelayanan publik. Komitmen itu pula yang ditunjukkan Bupati Sutan Riska dan Walikota Riza Pahlevi, hingga rapor hijau itu dapat diraih. Daerah dengan rapor kuning dan merah mesti berbenah, berkomitmen untuk membina, mengevaluasi dan memastikan pemenuhan standar pelayanan publik dilakukan dengan baik oleh OPD.
Dan, terus menginspirasi lahirnya inovasi-inovasi, memutus kerumitan birokrasi, memangkas waktu, biaya dan prosedur. Mendengar dan menindaklanjuti aduan masyarakat. Termasuk, berkomitmen untuk menegur, memberikan sanksi kepada OPD yang telah menyumbang pada nilai merah atau kuning tersebut, hasil penilaian mesti dijadikan alat ukur untuk penempatan atau mutasi pejabat.
Adel Wahidi (Asisten Ombudsman RI Perwakilan Sumbar)