Apo Kecek Rektor?

Muhammad Nasir

Dosen UIN Imam Bonjol Padang Muhammad Nasir

Apo Kecek Rektor? Itulah kalimat tanya yang paling saya ingat dari almarhum Sutan Zaili Asril, alumni IAIN Imam Bonjol yang menjadi orang besar di media massa. Pertanyaan itu ia sampaikan saat saya menjadi staf humas sekitar tahun 2004. Saya datang ke redaksi harian Padang ekspres sambil membawa disket berisi berita yang saya tulis dan selembar foto rektor sebagai penguat berita. Kebetulan saya bertemu dengan beliau dan memperkenalkan diri sebagai alumni Suara Kampus yang sekarang bekerja di Humas IAIN Imam Bonjol Padang.

Dengan ringan tanpa beban ia bertanya, “Apo kecek rektor?” Saya tertawa sambil menggaruk kepala saya menjawab, “iko bukan kecek rektor Bang. Tapi kecek Wakor Kopertais, Pak Makmur Syarif.” Beliau tersenyum dan berkomentar, “Biasonyo humas IAIN tu datang mengirim kecek-kecek rektor yang ditulis jadi berita.” Haa, sudahlah, antarlah berita itu ke atas (lantai 2).

Tahun 2012, saya bertemu lagi dengan Sutan Zaili Asril di kampus Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang. Syukur beliau masih ingat saya. “Masih di Humas angku?” tanyanya. “Masih bang.” “Apo kecek rektor?” Saya kembali terkekeh mengenang kejadian beberapa tahun yang lalu. Lalu saya jawab, “Kecek Rektor, Jadi UIN Bang!” Bang Zaili Asril ikut terkekeh, “lai sabana e tu?”. Tahun itu, Prof Makmur Syarif sudah menjadi Rektor IAIN Imam Bonjol Padang. Kata-kata Prof Makmur Syarif yang saya tulis, memang sudah menjadi “kecek rektor.”

Begitulah. Apa kata Prof Makmur Syarif sebagai Rektor sudah saya tulis. Sebagian besar menjadi berita, sebagian kecil menjadi naskah berita rilis yang tak diberitakan. Mungkin media massa tak mau memberitakan. Entah apa alasannya. Wallahu a’lam. Itu urusan mereka.

Kecek Rektor: Jadi UIN

Lama sekali saya di humas. Sejak tahun 2004 sampai tahun 2013. Tak terhitung kata-kata rektor yang sudah saya tulis menjadi berita. Kata-kata rektor yang terkait dengan tugas-tugasnya dan kata-kata rektor yang dikonstruksi menjadi sikap resmi lembaga dalam merespon situasi yang berkembang di luar lingkungan kampus.

Jauh sebelum itu, sejak aktif di Tabloid Suara kampus IAIN Imam Bonjol Padang (1996-2002) , saya sudah akrab juga dengan kata-kata rektor ini. Sejak Prof Abdul Azis Dahlan (1997-2001). Ketiga menjadi pegawai di kampus ini pun, kata-kata rektor Prof. Maidir Harun (2001-2006), Prof Atho’ Mudzhar (PGS rektor, 2006), Prof Sirajuddin Zar (2007-2011) dan Prof Makmur Syarif (2011-2015). Hanya saja semasa Prof Makmur Syarif menjadi rektor, saya hanya sempat mencatat kata-kata rektor ini hanya 2 tahun saja (2011-2013). Setelah itu saya mutasi ke Fakultas Tarbiyah.

Tahun 2017, di bawah Rektor Dr. Eka Putra Wirman, (kini beliau sudah Profesor pula), saya kembali ke Humas dalam momentum yang bersejarah. Di ujung masa IAIN Imam Bonjol Padang dan di awal kelahiran UIN Imam Bonjol Padang. Bagi saya, tahun ini tahun penuh sejarah. Menyaksikan detik-detik alih status IAIN menjadi UIN Imam Bonjol Padang. Di tahun ini pula saya alih status dari pegawai (tenaga kependidikan) menjadi fungsional dosen.

Namun yang sebenar-benar yang ingin saya katakan adalah, betapa mengharukannya momentum beberapa hari setelah kabar alih status itu sampai. Rektor Prof Eka Putra Wirman terlihat dengan erat dan hangat memeluk Prof. Makmur Syarif di depan masjid kampus. Saya mendengar dengan bergetar, Prof Eka Putra Wirman menyebutkan, “Prof Makmur Syarif telah berjasa membuka jalan selebar-lebarnya bagi kita untuk memuluskan usaha alih status menjadi UIN Imam Bonjol Padang. Terima kasih Prof Makmur!” Saya lihat muka Prof Makmur Syarif memerah dan mata beliau terlihat berkaca-kaca.

Saat itulah saya ingin terbayang lagi dengan wajah Almarhum Bang Sutan Zaili Asril yang telah wafat pada 11 Januari 2016. Saya ingin katakan kepada beliau: “Akhirnya jadi UIN juga, Bang!”

Legacy: Tiga Jurus Kemajuan

Alih status IAIN Imam Bonjol Padang menjadi UIN Imam Bonjol Padang bukanlah hal yang mudah. Selain mempersiapkan naskah akademik, proposal alih status, gonta-ganti tim task force serta loby-loby tingkat tinggi yang tidak semuanya dapat saya pahami, saya mencatat dalam ingatan bahwa rencana alih status ini sangat kental sekali aroma pro-kontra. Pro-kontra itu tidak hanya berlangsung dalam suasana debat akademis, tetapi berlangsung dalam metode komunikasi “balai” yang “asal kanai” saja. Orang-orang yang “panyirah muko” pasti tak akan suka dengan debat-debat asal kanai yang berpotensi menaikkan tensi dan kadar gula darah ini.

Di tengah hangatnya perdebatan itulah saya menyaksikan sendiri betapa teguhnya beliau memperjuangkan apa yang sudah beliau rencanakan. Secara resmi persetujuan alih status menjadi UIN Imam Bonjol Padang dari senat IAIN Imam Bonjol Padang diperoleh saat beliau menjadi rektor. Saya punya naskah relis berita yang saya tulis dan dimuat pada hari itu juga (Kamis, 19 Januari 2012) di situs berita antaranews.com. Ini tautannya: https://www.antaranews.com/berita/293505/iain-imam-bonjol-menjadi-uin. Saya kira, tanggal ini penting dicatat sebagai tanggal bersejarah, di mana niat alih status ini secara resmi mulai dijaharkan.

Sedikit saya sarikan dinamika dalam rapat senat yang dilaksanakan di Aula Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang pada waktu itu. Pro-kontra di antara anggota senat itu berkisar sekitar harapan dan kekhawatiran terhadap masa depan program studi keagamaan bila mana menjadi UIN. Terutama tentang kekhawatiran, Prof. Makmur Syarif selaku Rektor dan sebagai Ketua Senat memberikan keyakinan sebelum mengetokkan palu. Kata beliau, “Kita akan coba kaji kekhawatiran ini secara mendalam dan akan dicari model UIN yang tepat dengan mempertimbangkan saran dari pendiri IAIN, para guru besar serta pihak luar yang kompeten. Ini merupakan tugas tim kerja yang akan kita bentuk nanti.

Saya kira kalimat yang beliau sampaikan sebelum mengetukkan palu alih status itu, masih relevan hingga sekarang demi menjaga agar semangat alih status itu tetap on the track. Terutama pada bagian kalimat yang berisi gagasan 1) mengkaji kekhawatiran secara mendalam, 2) mencari model UIN yang tepat, 3) mempertimbangkan saran dari pendiri, guru besar dan pihak luar yang kompeten. Ketiga gagasan itu menurut saya merupakan legacy terpenting dari Prof Makmur Syarif dalam menempuh jalan lurus ke arah kemajuan UIN Imam Bonjol Padang. Ya, kalimat itu menurut saya sangat otentik dan patut diabadikan.


Muhammad Nasir Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol Padang

Baca Juga

UIN Imam Bonjol Padang Kukuhkan Empat Guru Besar
UIN Imam Bonjol Padang Kukuhkan Empat Guru Besar
Sumatera Barat, sebuah provinsi yang dikenal memiliki sejarah politik yang kaya dan beragam, selalu menunjukkan dinamika politik yang unik.
Mengatasi Hambatan Investasi dan Mengoptimalkan Potensi Ekonomi Sumatera Barat
Sumatera Barat, sebuah provinsi yang dikenal memiliki sejarah politik yang kaya dan beragam, selalu menunjukkan dinamika politik yang unik.
Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Menunggu Kepemimpinan Strategis Gubernur Baru
Raih Akreditasi Unggul, UIN Imam Bonjol Padang Siap Bersaing di Tingkat Global
Raih Akreditasi Unggul, UIN Imam Bonjol Padang Siap Bersaing di Tingkat Global
Raih Predikat Unggul,  Rektor UIN Imam Bonjol: Bukti Kualitas dan Dedikasi
Raih Predikat Unggul, Rektor UIN Imam Bonjol: Bukti Kualitas dan Dedikasi
Menyigi Sumber Budaya Berwirausaha Etnis Minang
Menyigi Sumber Budaya Berwirausaha Etnis Minang