Langgam.id - Indonesia harus memiliki banyak anak muda yang terjun ke dunia bisnis menjadi entrepreneur. Entreprenuer yang banyak akan menjadikan Indonesia bangsa produsen dan menjadi negara maju.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Center for Policy and Public Management Sekolah Bisnis dan Manajemen, Institut Teknologi Bandung (SBM ITB), Yudo Anggoro saat menjadi narasumber terkait spirit kewirausahaan.
Dia menyampaikan itu dalam acara yang digelar secara virtual dalam Fellowship Jurnalisme Pendidikan Batch 2 yang digagas oleh Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) dan PT Paragon Technology and Innovation, CEO PT Paragon, Senin (27/7/2021).
Yudo menjelaskan, di tengah pandemi covid-19, pada 1 Juli 2020 lalu, Bank Dunia menaikkan status Indonesia dari lower middle income country menjadi upper middle income country. Penilaian ini karena Gross National Income (GNI) per kapita Indonesia yang naik.
Namun berselang hanya sekitar satu tahun terangnya, beberapa waktu lalu di tahun 2021 ini, Bank Dunia kembali menurunkan status Indonesia menjadi negara lower middle income country. Hal ini memang turut dipengaruhi oleh pandemi covid-19 yang melanda Indonesia.
"Jadi Indonesia turun menjadi negara berpendapatan rendah, jadi kenapa kita perlu entrepreneur? Karena entrepreneur bisa menjadi solusi," katanya.
Menurutnya, membuat kondisi lebih baik, pemerintah juga mesti berusaha menaikan level. Diantara usahanya memberikan insentif kepada UMKM agar bisa menaikkan produksi.
Indonesia harus segera berubah menjadi bangsa yang memiliki kemampuan berproduksi dari sebelumnya bersifat konsumsi. Mengubah kondisi ini diantaranya dengan memberikan pendidikan entrepreneur.
"Kita harus berubah menjadi bangsa produksi dari konsumsi, kita harus, creating something sehingga kita tahu mengapa pentingnya entreprenuership," ujarnya.
Ia mengatakan, pendidikan harus menjangkau semua orang. Semua orang menurutnya, punya potensi untuk bisa mengembangkan kapasitasnya. Apalagi saat ini Indonesia memiliki lebih banyak anak muda yang berarti umur produktif.
Dirinya mencontohkan pada tahun 1970-an, Jepang di posisi seperti di Indonesia sekarang dan begitu juga Singapura di tahun 1980-an. Mereka lebih banyak penduduk di usia produktif dan berhasil memanfaatkan itu, sehingga menjadi negara maju.
"Kita juga harus memanfaatkan momen itu, kita harus pastikan anak muda di Indonesia punya sesuatu yang dilakukan sehingga menjadi produktif," katanya.
Baca juga: Jangan Meniru Negara Lain, Bisnis di Indonesia Harus Kembangkan Potensi Daerah
Dunia pendidikan menurutnya, harus bisa menjawab soal itu. Harus ada kurikulum yang bertujuan mengembangkan jiwa entrepreneur peserta didik. Memang akan sulit mencari kurikulum paling tepat, namun tidak masalah karena bisa dilakukan trial dan eror.
Kalau ada yang salah maka bisa segera diperbaiki, sehingga benar-benar ditemukan cara yang tepat. Alasan itulah pentingnya dunia pendidikan dekat dengan dunia industri.
Ia menyebut, bahwa jangan dunia pendidikan hanya membahas di tataran menara gading saja, sehingga tidak menyelesaikan masalah di lapangan.
"Kita harus trial dan eror, maka karena itu penting universitas dekat industri, jangan hanya berada di menara gading, yang tidak menyelesaikan permasalahan," katanya.
Dengan begitu, Indonesia dapat menjadi bangsa yang berproduksi dan bukan hanya bangsa yang mengkonsumsi saja produksi negara lain. Jangan menjadi bangsa yang permisif yang tidak mau berusaha menjual ide.
Selain pendidikan terangnya, dari dunia industri juga bisa mentor bagi anak muda yang terjun menjadi entrepreneur. Tentu mahasiswa juga harus aktif dalam mengembangkan ide-ide yang dimilikinya.
"Kita harus aktif, jangan permisif dan tidak mau menjual ide, mahasiswa supaya ngomong agar tetap berani mengemukakan pendapat, apalagi sekarang kesempatannya besar," ujarnya.
Menurutnya, banyak bidang yang bisa dikembangkan seperti agriculture, termasuk teknologi karena digitalisasi sangat cepat perkembanganya sejak covid-19.
Ia mengatakan, Indonesia perlu membangun pusat manufaktring baru untuk menciptakan produksi. Tidak usah takut gagal karena memang akan lebih banyak gagal dibanding berhasil. Namun itu lebih baik dari pada tidak mencobanya sama sekali.