Langgam.id— Kota tambang bersejarah Sawahlunto kembali menjadi sorotan dunia. Selama enam hari penuh, dari tanggal 23 hingga 28 Agustus 2025, kota ini menjadi tuan rumah bagi "We Are Site Managers International Symposium", sebuah forum internasional yang mempertemukan para pengelola situs warisan dunia dari berbagai belahan dunia.
Simposium ini mengh adirkan lebih dari 35 pembicara dari 13 negara, di antaranya:
Indonesia, Singapura, Thailand, Taiwan, Tiongkok, Korea Selatan, Jepang, Belanda, Islandia, Skotlandia, Australia, Arab Saudi, Kenya, Rusia, dan Suriah. Mereka datang membawa beragam perspektif, pengalaman, dan tantangan dari situs-situs warisan budaya maupun alam yang mereka kelola.
Mengusung semangat kolaborasi lintas batas, forum ini menggelar lebih dari 9 sesi diskusi tematik, mulai dari eksplorasi dokumen Sawahlunto, digitalisasi dalam konservasi, hingga mitigasi bencana terkait pengeleolaan situs warisan. Semua bermuara pada satu tekad bersama: “One Shared Mission”, yaitu membangun masa depan keberlanjutan bagi situs-situs warisan dunia.
Acara yang diselenggarakan oleh Kementerian Kebudayaan melalui Direktur Jenderal Diplomasi Promosi dan Kerja Sama Kebudayaan ini merupakan salah satu langkah strategis bagi keberlangsungan dan pemajuan tata kelola situs baik di Indonesia maupun dunia. Dirjen DPKSK, Endah Tjahjani Dwirini R., S.S., M.Phil. bahkan menyebutkan, Indonesia berpotensi besar menjadi pemain kunci dalam diplomasi budaya.
"Simposium ini sangat strategis. Kehadiran para ahli dan praktisi dari berbagai negara di Sawahlunto dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain kunci dalam diplomasi budaya global" jelasnya, Sabtu (16/8/2025).
Senada dengan itu, Direktur Promosi Kebudayaan, Undri S.S, M.Si., juga menegaskan bahwa situs warisan dunia yang ada di Indonesia adalah modal kuat bagi agendaagenda diplomasi budaya.
"Sawahlunto bukan hanya situs warisan dunia UNESCO, tapi juga simbol bagaimana warisan masa lalu bisa menjadi laboratorium peradaban masa depan. Melalui simposium ini, kita ingin membangun jejaring solidaritas antar site managers dunia yang bekerja senyap namun berdampak besar bagi kebudayaan dan kemanusiaan," jelas Undri.
Dalam kegiatan tersebut, para peserta dijadwalkan akan mengikuti kunjungan lapangan ke sejumlah titik penting di kawasan tambang Ombilin dan berdialog langsung dengan masyarakat sekitar. Sehingga simposium ini bukan sekadar forum ilmiah, melainkan juga ruang refleksi dan aksi nyata.
"Simposium ini diselenggarakan Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia dan didukung oleh berbagai lembaga nasional dan internasional yang concern pada pelestarian situs warisan dunia dan penguatan kapasitas pengelola situs. Kami berharap ini akan menjadi penanda bagi pemajuan tata kelola situs warisan dunia", tandas Koko Sudarmoko, salah seorang dewan pengarah dalam kegiatan tersebut.