Langgam.id — Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menanggapi adanya pernyataan yang menyoroti bahwa meski pertumbuhan ekonomi Sumbar turun alias jeblok, tetapi angka gini rasio atau tingkat ketimpangan dan angka kemiskinan rendah, sehingga dinilai masih positif.
Menurut Syafruddin, pembahasan mengenai pertumbuhan ekonomi tidak seharusnya diletakkan di luar konteks fungsi indikator itu sendiri.
Ia menegaskan, pertumbuhan ekonomi dirancang untuk mengukur kinerja ekonomi secara makro atau agregat, bukan dijadikan dasar untuk penilaian-penilaian lain yang tidak relevan.
“Mengapa memaksakan pertumbuhan ekonomi bukan untuk tujuannya ukuran itu dibuat. Tujuannya adalah untuk menilai kinerja ekonomi secara makro atau agregat, bukan untuk yang lain,” ujarnya, Senin (17/11/2025).
Syafruddin menjelaskan bahwa setiap aspek kesejahteraan masyarakat memiliki indikator tersendiri. Distribusi pendapatan diukur menggunakan Gini Rasio, tingkat kemiskinan diukur melalui garis kemiskinan, sementara pembangunan manusia memakai indeks IPM. Karena itu, menurutnya, menjadi janggal apabila IPM tinggi tetapi laju pertumbuhan ekonomi rendah dan terus menurun.
“Di IPM itu mestinya ada komponen laju pertumbuhan ekonomi, makanya jadi aneh kok IPM tinggi, laju pertumbuhan ekonomi rendah dan menurun,” kata Syafruddin.
Ia menambahkan, gini rasio yang rendah dan angka kemiskinan yang juga rendah tidak serta-merta menggambarkan kondisi positif. “Kalau gini rasio rendah dan kemiskinan rendah, jangan-jangan memang berarti kita merata miskin,” katanya.
Ia menyebut sinyal tersebut semakin kuat karena tingkat pengangguran di Sumbar juga masih tinggi. Menurutnya, rangkaian indikator ini memperlihatkan betapa seriusnya situasi makroekonomi Sumbar saat ini.
“Bagi saya, indikator yang tersedia tersebut memperlihatkan betapa seriusnya makroekonomi Sumbar,” ujar Guru Besar Departemen Ekonomi UNAND itu.
Syafruddin mendesak para pemimpin daerah, dari tingkat provinsi hingga kabupaten dan kota, untuk bekerja lebih sungguh-sungguh menghadapi tantangan tersebut. Ia menilai diperlukan kerja keras yang menyeluruh agar Sumbar tidak tertinggal secara ekonomi.
Ia juga menyinggung target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan pemerintah pusat. Pada 2029, Sumbar ditugaskan mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 7,3 persen. Menurutnya, kegagalan mencapai target itu akan menjadi catatan buruk bagi daerah.
“Kalau Sumbar pada tahun 2029 nanti tak mampu capai laju pertumbuhan ekonomi 7,3 persen seperti ditugaskan presiden, apa kita tidak malu sebagai daerah yang dinilai kinerja ekonominya rendah,” ujar Syafruddin.
Adapun sepanjang 2025 kinerja pertumbuhan ekonomi Sumbar jeblok atau paling rendah di antara 10 provinsi di kawasan Sumatra. Secara nasional pertumbuhan ekonomi Sumbar berada di posisi 34 dari 38 provinsi.
Pada triwulan I 2025 ekonomi Sumbar hanya tumbuh 4,85 persen, turun di triwulan II menjadi 3,94 persen, dan makin turun di triwulan III dengan hanya tumbuh 3,36 persen.






