Ketika Uang Berbicara, Apakah Kejujuran Masih Punya Suara?

Ketika Uang Berbicara, Apakah Kejujuran Masih Punya Suara?

Ilustrasi - chatgpt

Oleh: Yola Andri Yani

Di persimpangan jalan yang ramai, seorang pengendara motor dengan mudahnya menyelipkan dua lembar uang ratus ribuan ke tangan petugas agar terhindar dari tilang yang menjeratnya. Di layar kaca, seorang politisi dengan lantang menyuarakan kepentingan rakyat, namun di balik layar, tangan nya menengadah untuk menerima aliran dana dari korporasi besar yang kebijakannya justru tidak berpihak kepada rakyat. Di dunia maya, seorang influencer mempromosikan produk yang ia tahu berkualitas buruk tetapi karena bayarannya tinggi, nuraninya ia bungkam.

Ini merupakan gambaran nyata dari masyarakat kita, sebuah realitas yang melahirkan pertanyaan mendasar “ketika uang bicara begitu lantang, masih adakah ruang bagi suara kejujuran untuk di dengar”?. Uang, pada hakikatnya adalah alat tukar yang netral. Namun, di zaman sekarang uang lebih dari sekedar alat tukar. Uang kini menjadi simbol kekuasaan, penentu status sosial, bahkan menjadi dalih atas segala tindakan. Pengaruh uang yang begitu besar secara bertahap melemahkan nilai-nilai fundamental dalam masyarakat, salah satunya adalah kejujuran.

Robert Klitgard (1988) lewat rumus terkenalnya, corruption = monopoly + discretion- accountability, menjelaskan bahwa korupsi lahir ketika ada monopoli kekuasaan, pejabat yang bertindak sewenang-wenang, serta lemahnya mekanisme pertanggungjawaban. Di tengah keadaan demikian, uang sering kali lebih berpengaruh daripada nilai moral. Praktik suap, gratifikasi, hingga politik uang menjadi contoh nyata yang terus mewarnai realitas sosial dan politik di Indonesia.

Dalam kondisi semacam ini, kejujuran kerap kali rapuh dan tak berdaya. Pegawai yang berani menolak suap justru terancam dikucilkan dan kariernya dipersulit. Pengusaha yang memilih bermain bersih seringkali kalah dalam persaingan dengan mereka yang berani “membeli jalan pintas”. Bahkan, di ranah paling sederhana, pedagang yang jujur menyampaikan kualitas barangnya justru dianggap kurang pandai dalam berdagang dibanding yang pandai menutup-nutupi kekurangan produknya. Secara perlahan , seperti ada kecendrungan sebagian praktik menyimpang dianggap lumrah: uang pelicin dipandang sebagai jalan pintas, politik uang seolah menjadi bagian dari dinamika pemilu, sementara tipu-menipu dalam tranksaksi digital kadang dipandang sebagai kecerdikan. Namun, menyerah pada keadaan tentu bukan jalan keluar. Di balik realitas yang demikian, selalu ada harapan yang tumbuh. Karena makin banyaknya komunitas, lembaga bahkan individu yang berani bicara soal integritas. Isu tentang antikorupsi, transparansi, serta etika tidak terbatas hanya terdengar di ruang kampus atau seminar saja, tetapi juga menggema di ruang publik.

Kesadaran ini sangat penting untuk dipelihara. Kejujuran tidak dapat berdiri sendiri melainkan butuh dukungan dari lingkungan sekitar: penegakan hukum dan birokrasi yang transparan, media yang independen dan kritis, serta pendidikan yang menanamkan integritas sejak dini. Dengan  fondasi tersebut, kejujuran tidak lagi hadir sebagai suara yang lemah, tetapi menjadi kekuatan bersama yang mampu membentuk arah kehidupan masyarakat. Kejujuran memang tidak membawa keuntungan secara instan. Seringkali menuntut keberanian untuk berkorban dan tak jarang menimbulkan risiko. Namun kejujuran melahirkan sesuatu yang tak tergantikan oleh uang: kepercayaan. Tanpa kepercayaan, membuat relasi sosial runtuh, dunia bisnis kehilangan pijakan, dan politik kehilangan pijakan moral.

Jika suatu bangsa membiarkan kejujuran terpinggirkan, maka krisis kepercayaan serius tak terhindarkan. Namun, bila suatu bangsa menjunjung tinggi nilai kejujuran, maka bangsa tersebut akan berdiri di fondasi yang kokoh dan memiliki landasan yang kuat untuk maju. Kepercayaan inilah yang merupakan modal sosial yang tak ternilai, melampaui sekadar besaran uang yang beredar.

Ketika uang terus berbicara, kejujuran memang sering kali terdengar lirih. Namun, kejujuran itu tidak pernah hilang, ia hanya menunggu ruang untuk kembali diperjuangkan. Pertanyaannya kini kembali kepada diri masing-masing: apakah kita akan terus membiarkan suara uang mendominasi, ataukah kita berani memberikan ruang agar kejujuran kembali memiliki tempat terhormat? Kejujuran bukan sekedar pilihan moral, tetapi kebutuhan mendasar untuk membangun bangsa yang beradab. Apabila kejujuran disepakati sebagai nilai bersama, maka ia tidak sekedar hadir sebagai bisikan moral, tetapi bertransformasi menjadi kekuatan bersama yang mampu melampaui dominasi semu dari kekuatan uang.

Sejarah bangsa-bangsa di dunia menunjukan, keberhasilan pembangunan tidak pernah lahir semata-mata dari melimpahnya sumber daya alam atau besarnya modal finansial, melainkan dari kualitas integritas masyarakatnya. Indonesia pun hanya bisa maju jika kejujuran ditempatkan sebagai pilar utama dalam setiap sendi kehidupan. Maka, menjaga kejujuran sama artinya dengan menjaga masa depan. Pada akhirnya, pertanyaan itu kembali pada kita: ketika uang terus berbicara, apakah kita rela membiarkan kejujuran bungkam, atau justru berani menjadikannya suara utama untuk mengarahkan bangsa ini ke jalan yang benar?

Dengan demikian, menegakkan budaya kejujuran tidak dapat dipandang sebagai tanggung jawab individu semata, melainkan sebagai agenda kolektif yang mesti diwujudkan bersama. Upaya ini menuntut keberanian moral, konsistensi dalam penegakan hukum, serta komitmen kuat dari institusi publik maupun masyarakat sipil untuk menempatkannya sebagai dasar kehidupan berbangsa. Pada akhirnya, kejujuran bukan sekedar nilai etis, melainkan prasyarat penting bagi keberlanjutan dan kemajuan bangsa. (*)

Yola Andri Yani, mahasiswa Ilmu Politik FISIP Universitas Andalas

Tag:

Baca Juga

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang mengecam dugaan intimidasi terhadap Unit Kegiatan Pers Mahasiswa Genta Andalas oleh pejabat Unand
AJI Padang Kecam Dugaan Intimidasi Terhadap Persma Genta Andalas Unand
Unand) menghormati dan mendukung proses hukum yang berjalan terkait kasus dugaan korupsi Rp3,571 miliar dalam pengadaan barang laboratorium
Mantan Wakil Rektor Tersangka Korupsi, Unand: Kami Hormati dan Dukung Proses Hukum 
Gaya Hidup New Normal
Noel: Krisis Transparansi Seleksi Pejabat
Kejati Sumbar melakukan serah terima tersangka beserta barang bukti kasus korupsi dugaan penyalahgunaan dana operasional Sekretariat Daerah
Kejati Sumbar Serahkan Eks Plt Kabag Umum Dharmasraya Tersangka Korupsi Rp3 M ke Kejari
Sepanjang 2024, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar sudah menangani 51 perkara korupsi yang dilimpahkan ke pengadilan sepanjang 2024.
Kejati Sumbar Tangani 51 Kasus Korupsi di 2024, Rp7,5 Miliar Uang Negara Berhasil Diselamatkan
Kejati Sumbar melakukan penahanan terhadap Ade Chandra, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Dharmasraya
Kejati Sumbar Tahan Plt Kabag Umum Dharmasraya, Diduga Korupsi Dana Operasional