LANGGAM.ID -- Perekonomian Sumatra Barat digerogoti dengan sejumlah permasalahan klasik yang memicu lambatnya pertumbuhan ekonomi daerah. Mulai dari sektor potensial seperti pertanian dan pariwisata yang belum optimal, hingga iklim investasi yang belum mampu menarik investor datang.
Lambatnya laju ekonomi Sumbar tercatat pada kuartal II 2025 yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) di angka 3,96 persen, terendah di Pulau Sumatra. BPS mencatat rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sumatra di atas 4 persen.
Pengamat Ekonomi Universitas Negeri Padang Doni Satria menyebutkan faktor utama yang membuat perlambatan pertumbuhan ekonomi di Sumbar adalah permasalahan struktural dimana sektor pertanian, perkebunan, hingga pariwisata sebagai sektor primer memiliki nilai tambah yang rendah.
"Analogi sederhana seperti ini, jika dulu satu hektar lahan pertanian bisa produksi 1 ton, sekarang harusnya meningkat agar nilai tambahnya meningkat. Jangan dulu produksi 1 ton, sekarang masih 1 ton juga. Kasus seperti ini yang membuat ekonomi melambat," ujar Doni, Kamis (29/9/2025).
Di sisi lain, sambung Doni Sumbar juga belum memiliki intensifikasi produk yang optimal dari sektor-sektor primer tersebut, seperti adanya pabrik olahan hasil pertanian atau laut yang mampu memberikan nilai tambah terhadap perekonomian. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi melambat, bahkan tidak berkembang dalam beberapa tahun terakhir.
Ia memisalkan potensi laut di Sumbar tertinggal dari provinsi tetangga yang memiliki pabrik olahan ikan. Sedangkan di Sumbar apa yang didapat nelayan langsung dijual ke pasar, tidak ada intensifikasi produk olahan yang bisa meningkatkan nilai tambahnya.
"Misalnya di Sibolga ada investor yang buka pabrik pengalengan olahan ikan yang bisa membuat ekonomi bergerak. Nah kita di Sumbar ada nggak investor yang mau. Ini yang membuat ekonomi tidak lagi berkembang, lambat di situ-situ saja," katanya.
Sementara itu, Doni menyebutkan untuk sektor industri Sumbar juga tidak menjadi daerah yang dilirik banyak investor lantaran lokasi yang tidak strategis, keterbatasan sumber tenaga kerja yang kompeten karena banyak yang bekerja di luar daerah.
Kemudian, kata dia, iklim investasi di Sumbar juga masih menjadi pertimbangan bagi investor, baik dari segi regulasinya serta dari keamanannya. Akibatnya investor memilih daerah tetangga untuk berinvestasi.
"Secara keamanan masih perlu diperbaiki. Di skala usaha kecil saja orang ragu-ragu untuk membuka usaha di Sumbar. Contohnya ada yang punya lahan mau buka sawit, atau cabai, saat panen diambil oleh pencuri. Ini contoh kecil yang terjadi, akibatnya orang takut untuk membuka usaha,"katanya.
Doni mendorong pemerintah daerah bersama aparat penegak hukum perlu mengambil sikap bersama untuk memastikan keamanan bagi setiap masyarakat yang ingin membuka usaha. Sehingga terbangun iklim investasi yang aman baik untuk usaha skala kecil ataupun besar.
Doni menambahkan, perkembangan pariwisata sebagai sektor unggulan Sumbar saat ini juga belum digarap dengan optimal. Menurutnya, pemerintah perlu untuk investasi di pariwisata, mulai dari akses jalan, hingga infrastruktur wahana kreasi bagi wisatawan.
"Dua aspek ini, akses jalan dan wahana kreasi mampu meningkatkan perputaran uang di sektor wisata. Kalau saat ini orang berwisata ke Sumbar baru sebatas berkunjung menikmati keindahan alam. Belum banyak spot-spot dimana wisatawan mau mengeluarkan uang lebih untuk belanja. Kalau di daerah lain, seperti Malang mereka punya banyak wahana park kreasi untuk mendorong wisatawan mengeluarkan uang lebih banyak," katanya.
Menurut Doni, langkah jangka pendek yang bisa diambil oleh Sumbar dalam menggerakan laju ekonomi dengan mendorong sektor pariwisata dengan meningkatkan akses jalan dan transportasi. Apalagi setiap daerah di Sumbar sudah memiliki wisata unggulan masing-masing sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Program jangka pendek yang bisa menggerakkan ekonomi Sumbar ini yaitu dengan pemerintah investasi di pariwisata. Contoh kecilnya saja dengan membangun akses jalan ini akan berdampak pada tingkat kunjungan," ungkapnya.
Kemudian, sambung Doni pemerintah perlu meningkatkan efisiensi perekonomian, baik dari modal, tenaga kerja untuk mencapai hasil atau nilai tambah yang lebih tinggi dalam menjaga dan meningkatkan laju perekonomian.
"Sumbar perlu mempercepat akselerasi perekonomian yang selama ini sudah agak tersendat yang penyebabnya itu-ita saja. Nggak apa-apa strukturnya ekonominya tetap di pertanian, tapi efisiensi kan pertanian. Nah kesalahannya Sumbar mungkin belum fokus ke sana," ujarnya. (fx)