LANGGAM.ID -- Melemahnya daya beli masyarakat berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Sumbar pada kuartal II 2025 melambat hanya di 3,96 persen.
Guru Besar Ekonomi Sumbar, Syafruddin Karimi menyebutkan, turunnya daya beli masyarakat akan menekan komponen konsumsi rumah tangga, yang porsinya terbesar dalam Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB.
Menurutnya saat pendapatan riil rumah tangga tidak naik seiring meningkatnya biaya hidup akan berdampak pada berkurangnya belanja non-pokok dan omset pelaku usaha kecil menurun. Efeknya stok barang menumpuk, rekrutmen tertunda, dan perputaran ekonomi di pasar daerah melambat.
"Kondisi ini menjadi salah satu pemicu pertumbuhan Sumbar yang lebih rendah karena mesin konsumsi hilang tenaganya," kata Syafruddin Karimi.
Ia menambahkan, pemerintah daerah bisa mengangkat daya beli secara terarah melalui program padat karya yang cepat cair, perluasan bantuan bersyarat untuk kelompok rentan, serta kampanye belanja produk lokal yang dikaitkan dengan pengadaan pemerintah dan BUMD.
"Ketika uang berputar di warung dan bengkel lokal, multiplier kembali bekerja, dan pelaku usaha terdorong menambah jam kerja serta investasi kecil yang menjaga momentum," ujarnya.
Inflasi dan Daya Beli
Sementera itu, Mendagri Muhammad Tito Karnavian mengingatkan pemerintah daerah untuk menjaga kenaikan inflasi karena akan berdampak langsung pada daya beli masyarakat karena harga kebutuhan pokok melambung dan sulit dijangkau.
BPS mencatat inflasi nasional tahunan saat ini berada di kisaran 2,3 persen, masih sesuai target pemerintah yakni 2,5 persen ± 1 persen. Sedangkan inflasi Sumbar berada di angka 2,89 persen yoy.
“Tolong kepala daerah yang inflasinya masih tinggi untuk duduk bersama dengan BPS, Bulog, dan asosiasi pengusaha. Cari penyebabnya, bisa karena suplai pangan kurang, tarif angkutan naik, atau distribusi terganggu akibat cuaca,” ujar Tito dalam keterangan tertulisnya, Rabu (24/9/2025). (fx)