Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat terus menunjukkan tren pelemahan yang patut menjadi perhatian serius. Pada triwulan II-2025, laju pertumbuhan hanya mencapai 3,94%, menurun dari 4,55% pada triwulan sebelumnya. Angka ini semakin jauh dari target optimistis yang sering dibicarakan di forum-forum pembangunan. Data ini menegaskan bahwa perekonomian Sumbar menghadapi hambatan struktural yang belum terselesaikan, sementara daya dorong sektor-sektor unggulan belum terkelola dengan efektif.
Daya Beli Masyarakat Melemah
Konsumsi rumah tangga, yang selama ini menjadi penopang utama pertumbuhan daerah, hanya tumbuh tipis dan menunjukkan pelemahan daya beli. Inflasi pangan, biaya transportasi, dan tarif energi terus menekan pengeluaran masyarakat. Pekerjaan baru yang tercipta belum cukup banyak untuk memperbaiki pendapatan rumah tangga. Akibatnya, sektor perdagangan dan jasa kehilangan pasar domestik yang kuat, mengurangi perputaran uang di tingkat lokal dan memperlambat pertumbuhan usaha kecil serta menengah.
Investasi Masih Lesu
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) memang mencatat pertumbuhan positif secara kuartalan, tetapi secara tahunan belum kembali pada level yang memadai. Investor masih melihat hambatan pada infrastruktur logistik, ketersediaan lahan industri, dan regulasi perizinan. Tanpa langkah konkret memperbaiki iklim investasi, Sumbar akan terus tertinggal dalam perebutan arus modal, baik dari investor domestik maupun asing.
Belanja Pemerintah Tidak Konsisten
Belanja pemerintah daerah menunjukkan lonjakan pada triwulan II, tetapi realisasi ini terkonsentrasi di tengah tahun akibat penundaan penyerapan anggaran di awal periode. Pola seperti ini tidak menghasilkan efek pengganda yang stabil. Porsi belanja modal dalam APBD masih berkisar 20–25%, dengan belanja rutin menghabiskan mayoritas anggaran. Belanja produktif yang terbatas membuat dorongan fiskal terhadap investasi dan penciptaan lapangan kerja menjadi minim.
Ketergantungan pada Faktor Eksternal
Kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan berasal dari penurunan impor dan kenaikan ekspor luar negeri. Walaupun terlihat positif, fenomena ini tidak selalu mencerminkan kekuatan ekonomi lokal. Jika penurunan impor terjadi pada bahan baku dan barang modal, hal ini bisa berarti terjadinya pengetatan aktivitas industri. Ketergantungan pada permintaan global membuat pertumbuhan Sumbar rentan terhadap fluktuasi pasar dunia.
Kebutuhan Agenda Sektoral yang Jelas
Sumbar perlu memiliki peta jalan pertumbuhan yang berfokus pada sektor unggulan dengan multiplier effect tinggi. Pariwisata berbasis budaya dan alam memerlukan peningkatan infrastruktur, promosi, dan kualitas layanan. Pertanian harus diarahkan pada hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah. UMKM digital memerlukan ekosistem pembiayaan, pelatihan, dan akses pasar yang luas. Tanpa fokus yang jelas, sektor-sektor ini akan terus berkembang secara parsial tanpa memberi dampak signifikan pada PDRB.
Menguatkan Sinergi Lintas Sektor
Hingga kini, koordinasi antara pemerintah daerah, BUMD, pelaku usaha, dan perguruan tinggi belum terstruktur secara permanen. Gubernur memiliki peran strategis untuk membentuk forum lintas sektor yang aktif merumuskan agenda pembangunan. Sinergi yang solid dapat mengintegrasikan kebijakan, investasi, dan inovasi, sehingga mencegah program berjalan sendiri-sendiri.
Menjaga Stabilitas Sosial-Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang rendah memiliki implikasi sosial yang besar. Ketika lapangan kerja terbatas dan daya beli melemah, ketimpangan sosial berpotensi meningkat. Untuk itu, selain fokus pada sektor unggulan, pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan pembangunan berpihak pada pemerataan kesempatan dan penguatan kelompok rentan.
Penutup
Pelemahan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat bukan sekadar fenomena statistik, tetapi refleksi dari struktur ekonomi yang rapuh, belanja publik yang belum optimal, dan investasi yang tertahan. Pemerintah provinsi harus berani meninggalkan pendekatan reaktif dan membangun strategi jangka panjang berbasis data, sektor unggulan, dan sinergi kelembagaan.
Pertumbuhan yang kuat tidak akan datang dengan sendirinya. Momentum harus diciptakan melalui kepemimpinan yang tegas, prioritas yang jelas, dan kebijakan yang berpihak pada pembangunan berkelanjutan. Tanpa langkah berani, Sumbar akan terus terjebak dalam lingkaran pertumbuhan rendah, jauh dari potensi sejatinya.
*Penulis: Prof. Dr. Syafruddin Karimi (Dosen dan Guru Besar Departemen Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas)